BALI.SATUSUARA.CO.ID #
Denpasar - Bali ||
Oleh : Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Akademisi Universitas Dwijendra
Pendidikan merupakan barometer kemajuan sebuah bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dinilai dari kemajuan pendidikannya.
Pendidikan memiliki peran penting dalam menciptakan generasi menuju visi Indonesia Emas 2045.
Banyak tantangan yang dihadapi dalam merealisasikan visi Indonesia Emas 2045. Namun demikian, pendidikan di Indonesia saat ini masih menyelesaikan beberapa persoalan yang terkait dengan kualitas antara lain
masih rendahnya skor literasi membaca dan numerasi (literasi matematika) peserta didik Indonesia sebagaimana tercermin dalam hasil Programme for International Student Assessment (PISA).
Data PISA menunjukkan bahwa literasi dan numerasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata peserta didik internasional (Matematika: 472, Sains: 485, Membaca: 476). Indonesia berada di peringkat 68 dari 81 negara dengan skor; matematika (379), sains (398), dan membaca (371)
Permasalahan ini diakibatkan adanya kesenjangan efektivitas pembelajaran antar sekolah dan antar daerah di Indonesia. Jika dibandingkan kualitas pendidikan di perkotaan dengan kualitas pendidikan di perdesaan,
kualitas pendidikan di perdesaan tidak sebaik kualitas pendidikan di perkotaan. Hal ini diakibatkan adanya kesenjangan fasilitas pembelajaran antara di perkotaan dan diperdesaan,
akses informasi yang terbatas bagi siswa yang berasal dari perdesaan terutama siswa yang berasal dari daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar). Dengan adanya kesenjangan tersebut, wajarlah pemetarataan kualitas pendidikan belum tercapai.
Pemerataan kualitas pendidikan diperparah lagi dengan arah pendidikan yang tidak jelas. Sejatinya arah pendidikan kita kemana?
Ketidakjelasan ini dapat dicermati dari pergantian menteri dibarengi dengan pergantian kebijakan. Hal ini akan mengakibatkan kegamangan pada satuan pendidikan.
Penerapan Kurikulum 2013 yang belum tuntas terutama bagi satuan pendidikan yang berada di daerah 3T sudah diganti dengan Kurikulum Merdeka.
Diyakini, belum semua guru memahami Kurikulum 2013 tetapi kurikulum sudah diubah menjadi Kurikulum Merdeka. Akankah Kurikulum Merdeka akan berubah lagi?
Pada tingkat pendidikan tinggi, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi telah meluncurkan paradigma baru untuk menggantikan Kampus Merdeka menjadi Kampus Berdampak.
Gerakan Kampus Berdampak merupakan bentuk aktualisasi nilai-nilai luhur Ki Hadjar Dewantara, yaitu “Dengan ilmu kita menuju kemuliaan, dengan amal kita menuju kebajikan.’’
Paradigma ini mengimplikasikan bahwa hasil kajian yang dilakukan oleh peneliti dari perguruan tinggi dapat diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat.
Apakah dengan perubahan paradigma ini, hasil kajian yang dilakukan oleh para ahli dari perguruan tinggi diakomodasi oleh pemerintah?
Banyak temuan ahli Indonesia diimplementasikan di luar negeri karena hasil kajiannya kurang mendapat penghargaan dari pemerintah Indonesia.
Ganti paradigma harus dibarengi dengan aksi nyata sehingga Kampus Berdampak benar-benar berdampak bagi masyarakat Indonesia. (Bud)
Social Footer