BALI.SATUSUARA.CO.ID #
Bangli - Bali || Sengketa tanah warisan seluas 67.470 meter persegi di Desa Catur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, kini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Bangli. Perkara ini melibatkan seorang mantan notaris dan seorang pengusaha berinisial JP, yang digugat oleh ahli waris I Gusti Ngurah Cakra Udayana dalam perkara perbuatan melawan hukum (PMH).
Gugatan yang juga menyeret Kantor Pertanahan Kabupaten Bangli dan Pemerintah Provinsi Bali sebagai turut tergugat ini telah didaftarkan pada 23 Januari 2025, dan teregister dengan nomor perkara 12/Pdt.G/2025/PN Bli. Sidang keempat digelar Rabu, 16 Juli 2025, namun tergugat II, JP, tidak hadir meski telah dipanggil secara patut melalui pemanggilan umum.
Majelis hakim yang dipimpin Ratih Kusuma Wardhani, SH, MH, memutuskan perkara tetap dilanjutkan ke tahap mediasi, dengan menunjuk Anak Agung Ayu Diah Indrawati, SH, MH, sebagai hakim mediator. Namun upaya mediasi dinyatakan gagal karena para pihak tidak mencapai kesepakatan. Sidang lanjutan dijadwalkan Kamis, 24 Juli 2025 dengan agenda pembacaan gugatan.
Kuasa hukum para ahli waris, I Gusti Putu Kirana Dana, SH, menjelaskan bahwa gugatan ini didasari atas dugaan hilangnya hak atas tanah warisan dengan sertifikat hak milik (SHM) No. 53, kemudian berubah menjadi SHM No. 205 atas nama pewaris. Diduga, terjadi pengalihan kepemilikan tanpa sepengetahuan semua ahli waris, melalui proses jual beli yang diklaim menggunakan surat kuasa menjual kepada JP, berdasarkan akta jual beli di hadapan notaris I Putu W, pada tahun 1994.
Dari JP, tanah tersebut diduga dihibahkan kepada Pemerintah Provinsi Bali pada 1995 tanpa adanya kompensasi, dan tanpa dokumen resmi berupa berita acara penerimaan hibah. Sertifikat Hak Pakai No. 2/Desa Catur atas nama Pemprov Bali pun dipersoalkan keabsahannya.
Gugatan menyebut bahwa sejumlah dokumen seperti surat keterangan waris, surat kuasa menjual, dan pernyataan menjual disusun saat pewaris masih hidup, sehingga dinilai prematur dan tidak memiliki kekuatan hukum. Hal ini diperkuat oleh pertimbangan hukum dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar No. 13/G/2023/PTUN.DPS.
Dalam persidangan PTUN tersebut, notaris I Putu W, hadir sebagai saksi dan sempat diminta menunjuk foto penjual, namun salah mengidentifikasi, sehingga menambah dugaan adanya kejanggalan dalam proses jual beli.
Sementara itu, Kantor Pertanahan Bangli melalui stafnya menjelaskan bahwa sebelum wafat pada 4 Desember 1994, pewaris sempat mengajukan penggantian SHM No. 53 menjadi SHM No. 205. Namun dalam akta jual beli tertanggal 21 Desember 1994, yang menjadi objek justru SHM No. 53—yang secara administrasi sudah tidak berlaku—sehingga dinilai menambah kejanggalan perkara ini.
Pemprov Bali selaku pihak yang menerima hibah pun disebut tidak pernah mengeluarkan dana kompensasi, tidak pernah mengunjungi lokasi tanah, dan tidak pernah menguasai fisik tanah tersebut. Hingga kini, lahan tersebut masih digarap dan dikelola oleh warga penandu atas izin para ahli waris, untuk keperluan berkebun dan beternak.
"Selama puluhan tahun tidak pernah ada yang menggugat atau mempersoalkan tanah ini. Justru sekarang ahli waris harus berjuang mempertahankan hak mereka," ujar I Gusti Putu Kirana Dana.
Para ahli waris berharap agar perkara ini menjadi perhatian publik, karena menyangkut dugaan praktik pengalihan aset rakyat secara tidak sah dan perlunya keadilan bagi masyarakat kecil dalam mempertahankan hak atas tanah warisan mereka.(Ug)
Social Footer